Kamis, 12 November 2015

Salah Stempel


Salah Stempel

Dalam paradigma warga desa, predikat mahasiswa masih dianggap sebagai kaum yang terpelajar. Atas dasar itulah, John Koplo yang berdomisili di Boyolali pinggiran ini dipercaya warga desanya untuk menjadi sekretaris. Entah itu sekretaris karang taruna maupun sekretaris takmir masjid.  Beberapa hari yang lalu, sehabis sholat maghrib Koplo di temui Gembus, ketua takmir masjidnya.

“Mas Koplo, nyuwun tulung ndamel undangan nggih. Kangge rapat persiapan bulan Ramadhan.” Ucap Gembus.
Nggih, Pak. dintene menapa?” tanya Koplo.
Malem Senin, Mas. Wektune sami kados biasanipun.” Terang Gembus.

Mengetahui waktu tinggal beberapa hari, Koplopun dengan sigap mengerjakan tugas tersebut. Esuk harinya, setelah diprint ia langsung menuju rumah Pak Gembus untuk meminta tanda tangan.
“Pak, ngapunten. Tapak asma rumiyin.” Pinta Koplo sembari menyerahkan master undangan.
Mas, menawi saged mangke bibar isyak undangan sampun rampug sedaya, nggih.” Tukas Gembus.
Nggih, Pak. Insya Allah saged.” Jawab Koplo.

Sore harinya setelah Koplo pulang dari kampus, tidak lupa ia mampir ke tempat foto copy. Bakda magrib setelah nulis nama dan menyetempel undangan yang berjumlah tiga puluhan itu, ia langsung  bergegas ngedumke. Hanya dengan waktu 45 menit, ia sudah selesai.

Alqamdulilah, sampun rampung, Pak.” Sms Koplo kepada kepada Gembus.
Nggih, Mas. Sampun, ananging stempele kok kliru stempel karang taruna.” Balas gembus.
Koplo memandang hapenya untuk beberapa saat, dan langsung mengambil sisa undangan. Benar, stempel yang seharusnya stempel masjid, kliru stempel karang taruna.

“Wadhuh.” Ucap Koplo sambil menepuk bathuke dhewe.
Besuknya sewaktu rapat, dengan malu-malu Koplo meminta maaf atas kesalahan stempel tersebut. Mendengar itu para takmir tertawa terkekeh-kekeh.

Bisri Nuryadi
Bolon Rt 004/Rw 002. Kec. Colomadu
Kab. karanganyar


Tragedi Gigi Palsu

Tragedi Gigi Palsu

Jalan pertobatan itu tidak datang dari satu pintu, buktinya John Koplo, remaja Sukoharjo yang dulunya dikenal sebagai pemabuk, kini mendadak menjadi takmir masjid aktif. Semua berawal dari dua bulan yang lalu ketika ia mengalami kecelakaan dan harus perawatan, termasuk pemakaian gigi palsu bagian samping.

Beberapa hari yang lalu, seperti biasa bakda dhuhur dibulan puasa ini digunakan beberapa remaja masjid untuk mengaji. Sekitar jam satu, satu-persatu remaja itu bersiap menyelonjorkan kakinya untuk mengambil posisi tidur, termasuk Koplo.

Dua jam berlalu, Koplo terbangun dan segera keluar masjid menuju toilet. Karena keadaan berpuasa, membuat mulutnya kering dan pahit, ditambah lagi dengan bau gigi palsunya. Untuk itu ia segera mencopot dan membersihkannya. Lima menit kemudian, ia keluar.

 “Plo, wis manjing. Gek ndang diadzani.” Ucap Gembus yang ternyata juga sudah terbangun.
Iya.” Jawab Koplo sembari berwudhu.
Setelah selesai ia segera menuju mimbar, dan suara adzan ashar-pun menggema dari toa masjid. Sekian menit berlalu selesailah Koplo mengumandangkan adzan dan dengan langkah yang kesusu  ia kembali ke toilet yang tadi.

Namun sayang, pintu toilet tertutup pertanda ada orang yang sedang berhajat di dalam. Koplo hanya terpaksa menunggu di luar. Tiba-tiba Koplo dikagetkan ucapan Gembus.
Lho.. ngapa, Plo? Mbaleni sing ketinggalan.” Klakar Gembus sambil ngguyu ngikik.
Mak prepett...” Konsentrasi Koplo langsung buyar.

Untung pintu toilet segera di buka. Setelah orangnya keluar, Koplo langsung masuk kedalam dan menguncinya.
Teman-teman jamaah yang mengetahui tingkah Koplo langsung tertawa ger-geran. Ternyata ketika Koplo Adzan, Gembus masuk toilet dan mengetahui gigi palsu Koplo ketinggalan. Segera saja ia memberitakan kepada teman-temanya. Ealahh.. ada-ada saja.    


Bisri Nuryadi
Bolon Rt 004/Rw 002. Kec. Colomadu
Kab. Karanganyar

















KAPUSAN KRAN BIOSKOP

KAPUSAN KRAN BIOSKOP

Tidak bisa mengikuti perkembangan jaman kadang kala mengundang tawa tersendiri. Seperti kisah John Koplo yang berdomisili di Boyolali ini. Libur lebaran beberapa pekan yang lalu ia diajak Gembus, teman karibnya yang mudik dari Jakarta.

 “Plo, nanti malam nonton bioskop ya?” Telpon Gembus.
“Oke Bro. Bla..bla..bla...” Jawab Koplo, Seumur-umur baru sekali ini bisa menikmati film bioskop.
Bakda ashar, Gembus meghampiri Koplo. Empat puluh menit perjalanan mereka sampai di salah satu swalayan besar di Solo.

Pilih endi, Plo?” Tanya Gembus setelah masuk ke lantai bioskop.
Iki wae Mbus, mesthi apik.” Tuding Koplo ke poster bergambar superhero semut.
Gembuspun hanya manut saja dan segera menuju ke tempat pembelian tiket. Karena film diputar pada pukul 18.00 maka mereka harus menunggu beberapa saat. Disaat itu Koplo merasa ingin buang air.

Mbus, Toilete ngendi ya?” Tanya Koplo.
Gembus segera menoleh kanan-kiri, dan ditemukanlah panah bertulis toilet.
Oh, Kae, Plo.” Ucap Gembus dan segera mengantarnya.

Koplo masuk dan segera melunasi hajatnya. Setelah itu ia beranjak ke staffol untuk mencuci tangan. Ia menetesi tanganya dengan sabun cair yang sudah disediakan. Saat tangannya sudah munthuk, ia bingung karena tidak mendapati kran pemutar, disitu hanya ada krannya saja tanpa pemutar. Karena tidak berani bertanya kepada orang, Koplo keluar sebentar menemui Gembus. Orang-orang yang melihat tingkah Koplo hanya geli menahan tawa.

 “Mbus, kok puteran krane ora ana?” Tanya Koplo.
Gembuspun kaget bukan kepalang.
 “Biasanya kran di bioskop itu otomatis, Plo. Tangan tinggal didekatkan moncong kran, setelah itu keluar airnya.” Bisik Gembus sambil menyeret Koplo kembali ke toilet.
Gembus hanya bisa mbatin, “Masya Allah,  jebul kancaku wis ketinggalan jaman tenan.”

Bisri Nuryadi

Bolon, Rt 004/002. Kecamatan Colomadu, Karanganyar.

Untung ada CCTV

Untung ada CCTV

“Semakin bertambah umur, berkuranglah daya ingat seseorang”. Teori ini juga terpakai oleh John Koplo, guru honorer berkepala lima yang mengajar di salah satu SMP di Sragen. Kebetulan beberapa minggu yang lalu disekolahnya mengadakan UTS(Ulangan Tengah Semester).

“Bapak ibu guru yang saya hormati ... bla.. bla..bla..” Breefing Kepsek sebelum UTS dimulai.
Menit berganti dan jam-pun berlalu. Ketika UTS selesai, para guru kembali ke kantor untuk mengembalikan lembar jawab dan persiapan pulang.

 “Tas kula kok boten wonten nggih, Pak.” Ucap Koplo kebingungan.
Lha wau jenengan selehke pundi, Pak?” Tanya Gembus.
Biasane nggih mriki niku.” Jelas Koplo.

Gembuspun membantu Koplo dan tak lupa mencari bantuan guru lain untuk menemukan tas tersebut. Ketika beberapa saat tas tidak ditemukan, guru lainnya yaitu Cempluk memberi solusi, “Pak, kan disekolah kita ada CCTV?”

Mendengar itu beberapa guru langsung menuju ke ruangan tempat komputer CCTV berada. Salah satu guru yang mengoperasikan menunjukan rekaman ruang kantor saat Koplo masuk.
“Lho, niki Pak Koplo masuk kantor boten ngasta tas.” Jelas Nikole penjaga CCTV.
“Coba lihat waktu Pak Koplo masuk  sekolah, Bu.” Ujar Cempluk.

Nikole segera menunjukan rekaman video CCTV saat Koplo masuk ke sekolah. Dan badalaahh... ternyata ia tidak membawa tas.

“Astagfirullah.. Jebul tasku dirumah.”Ucapan Koplo mengagetkan teman-temannya.
Para guru-pun saling pandang dan gedheg-gedheg sendiri, yang akhirnya pecah menjadi tawa. Ternyata Koplo sengaja tidak membawa tas saat UTS karena menurut ia hanya membebani saja. 
Ealahh.. Lalen kok diopeni.” Celethuk Gembus.


Bisri Nuryadi
Bolon, Rt 004/002. Kecamatan Colomadu, Karanganyar.


Dipipisi Wedhus

Dipipisi Wedhus

Idul Adha merupakan salah satu hari yang ditunggu-tunggu umat muslim dunia, termasuk John Koplo, keluarga yang berdomisili di desa, Colomadu ini. karena keinginannya untuk berkorban sangat kuat, maka beberapa hari yang lalu Koplo dan istrinya, Lady Cempluk bergegas untuk mencari kambing kurban.

Bi, pados sing rada enom mawon.” Permintaan Cempluk.
Ya mengko ndelok-ndelok sek, Mi.” Jawab Koplo. 

Tak lama kemudian, berangkatlah Koplo dan Cempluk mubeng-mubeng mencari penjual kambing ke arah timur bangjo Colomadu, karena disitu banyak ditemukan penjual kambing dadakan.
Setelah melewati beberapa penjual kambing, akhirnya Cempluk menepuk-nepuk pundak Koplo.
“Abi-abi. stop. Kidul nika kadose kathah kambinge.” Teriak Cempuk.
O, ya, Mi. Tak nyebrang sek.” Koplo menimpali.

Pasangan itupun segera menghentikan motornya dan melihat-lihat kambing yang dijual.
Mangga pinarak, Pak. Pados ingkang menapa?” Tanya Tom Gembus, penjual kambing.
Selang beberapa menit, Koplo dan Cempluk menemukan kambing yang sesuai dengan keinginannya.

 “Niki pinten, Pak?” Tanya Koplo.
Kalih welas, Pak.”Jawab Gembus yang berarti satu juta dua ratus.
Lha pase pinten, pak? ” Tanya Koplo lagi.

Merekapun terlibat nyang-nyangan sampai ditemukan kesepakatan harga. Selanjutnya Koplo segera mengurusi administrasi.
Saat itulah kejadian ora penak menimpa Cempluk sewaktu ia memandangi kambing yang segera menjadi miliknya. Entah haus atau apa, kepala kambing di hadapkan ke kelaminya, lalu keluarlah air seni dengan muncrat. Payahnya air kuning itu menyemprot mengenai sayak Cempluk.

“Masya, Allah. Abiii!” Cempluk teriak.
Mendengar suara itu, Koplo dan Gembus langsung menghampiri Cempluk dan segera menangani kejadian. Pembeli lain yang melihatpun pada cekikikan.



Es Tombok Campursari

Es Tombok Campursari

Penjual jajanan yang kreatif sudah pasti akan mengundang anak-anak untuk menghampirinya. Seperti yang dilakukan Tom Gembus, salah satu penjual es keliling yang beberapa hari lalu berjualan di desa John Koplo, Kartasura. Gembus dengan lincah memainkan alat musik mbelero, alat musik yang digunakan untuk drum band, demi menarik simpatik anak-anak.

“Ting..ting....ting..ting....ting..” Bunyi notasi lagu “tukang becak” yang segera membuat anak-anak sekitar berkerumun mengelilinginya.

Beberapa anak membeli es tersebut, namun banyak yang tidak membeli karena memang berat diongkos. Kebetulan saat itu Koplo baru pulang dari kerjanya.
Lik, tukokne es campurari.” Rengek Nicole, keponakan Koplo.
Ya, Nduk. Sek ya.” Jawab Koplo.

Koplo keluar rumah untuk melihat penjual es yang kebetulan mandeg di timur rumahnya.
Lho kok mung padha nonton thok, ora tuku?” Tanya Koplo kepada anak-anak tetangga.
Ora duwe dhuwit og, Mas.” Jawab salah satu anak tadi.
Yowis, Pak. niki mang sukani es setunggal-setunggal, nggih.”

Mendengar itu, dengan cekatan Gembus meracik es campursari, es yang menggabungkan bahan dari wedang asle dengan tambahan cincau, kacang, nangka, jenang mutiara dan emping.
Pinten, Pak?” Tanya Koplo.
“Tiga puluh enam ribu, Pak.” Jawaban Gembus mengagetkan Koplo.
“Lha satunya hargane berapa ta, Pak?” Tanya Koplo heran.

“Empat ribu, Pak.” Jawab Gembus dengan menunjuk harga yang sudah tertulis di gerobak belakang. Koplo baru tahu tulisan itu karena tadi ia datang dari arah depan, jadi tulisan harga tidak kelihatan.
Akhirnya Koplo terpaksa menggagahi dompetnya sembari grundelan sendiri,”Asemik.. tak kira regane mung sewunan.”




Sholat Tandingan

Sholat Tandingan

John Koplo adalah salah satu siswa dari SMK swasta di Sukoharjo. Sejak duduk dikelas XII ia selalu rajin menjalankan ibadah sholat berjamaah, termasuk sholat dhuhur yang ditunaikan di masjid sekolah.  Seperti pada beberapa minggu yang lalu Koplo sempat ketinggalan sholat waktu jam istirahat ke-dua karena harus mengerjakan tugas sekolah terlebih dahulu.

“Tak tinggal sholat sek, Ya.” Pamit Koplo kepada temannya.

Sampai di masjid ia pun segera berwudhu dan masuk. Kebetulan siang itu sang imam tidak menempati ruang imam dan hanya di pinggir sebelah kiri masjid. Ini adalah efek dari sang imam yang sebenarnya makmum masbuk yang kemudian menjadi imam karena pundaknya ditepuk. Karena itu lah posisi makmum mengikuti imam di belakangnya sampai belakang. Ini membuat ruang masjid tidak penuh, hanya diisi yang sebelah kiri saja.

Dari situlah Koplo timbul inisiatif untuk menegakkan sholat sendiri di ruang masjid yang sebelah kanan, bersebelahan dengan jamaah yang tadi.

Dhik, sholat kana wae.” Ajak Koplo kepada makmum yang lain yang kebetulan adik kelasnya.
Beberapa adik kelas itu lalu menerima ajakan Koplo, dan akhirnya membentuk formasi sholat.
“Shof diluruskan.” Pinta Koplo.

Namun sebelum takhbiratul ihram dimulai, tidak disangka-sangka datanglah Tom Gembus guru Koplo yang ingin menunaikan sholat dhuhur juga. Tanpa banyak bicara Gembus langsung mendekati Koplo.

“Plo.. Satu masjid itu hanya boleh satu jamaah saja.” Jelas Gembus.
“Apa iya ta, Pak?” Koplo kaget.
 “Kaya politik wae, ngedeke tandingan.” Lanjut Gembus dengan tersenyum.

Koplopun hanya bisa cengar-cengir sendiri mendengar penjelasan dari gurunya itu. “Tujeknen durung dimulai.” Grememeng Koplo.
Adik-adik kelas Koplo yang akan menjadi makmumpun nyekikik sendiri merasa kapusan oleh tingkah sok tau koplo. Ealahh...